Selasa, 15 Mei 2012

ANALISIS SEMEN


I.         TUJUAN PRAKTIKUM
 Tujuan dari praktikum analisis semen ini adalah untuk menentukan kualitas semen dengan melakukan analisis semen berupa pemeriksaan makroskopis dan pemeriksaan mikroskopis serta pemeriksaan penunjang lainnya.
 II.      DASAR TEORI
Analisa semen dapat dilakukan untuk mengevaluasi gangguan fertilitas (kesuburan) yang disertai dengan atau tanpa disfungsi hormon androgen. Dalam hal ini hanya beberapa parameter ejakulat yang diperiksa (dievaluasi) berdasarkan buku petunjuk WHO “ Manual for the examination of the Human Semen and Sperm-Mucus Interaction”.
Semen merupakan cairan putih atau abu-abu yang dikeluarkan dari uretra pada saat ejakulasi. Sperma terdapat atau bagian dari semen disamping cairan-cairan lainya. Kuantitas dan kualitas penting sekali dalam fungsi reproduksi. Pada semen yang baik, sperma akan dapat survive, berenang dan akhirnya mencapai sel ovum di saluran reproduksi wanita. Sperma dan ovum akan bersatu dalam suatu proses yang disebut fertilisasi (pembuahan) membentuk zygot. Zygot inilah calon individu baru yang mewarisi setengah sifat ayah dan setengah sifat ibu.
Spermatogenesis merupakan peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan diatur oleh hormone gonadtotropin dan testosterone.


 
Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :
1.      Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer.
a.      Spermatogonia
Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer.
b.      Spermatosit Primer
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
2. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita “X”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan. 

                                           Gambar 1. Bagian Spermatozoa
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, telah mengambil inisiatif membuat buku penuntun analisis semen berjudul Laboratory Manual For the Examination of Human Semen and Semen-Cervical Mucus Interaction. Buku ini bertujuan untuk menstandarisasi prosedur analisis semen bagi semua laboratorium analisis semen, sehingga kesimpulan hasil analisis dapat dimengerti dan diterima oleh para ahli andrologi dan dijadikan sebagai acuan dan dipatuhi dalam melakukan pemeriksaan analisis semen.
Analisis semen manusia memiliki beberapa tahapan proses dan parameter yang dilakukan sebelum dikeluarkannya semen dan pada tahap proses analisis pemeriksaannya, yaitu :
 A.  Pengeluaran dan penampungan semen
Kepada pasien diberikan penjelasan terlebih dahulu secara lisan ataupun tertulis bagaimana sebaiknya cara mengeluarkan dan menampung semen, yang akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Pengeluaran dan penampungan semen yang benar :
1.      Setelah abstinensi seksual selama 3-7 hari (tidak kurang dan tidak lebih)
2.      Semen ditampung dalam botol kaca yang bersih dan bermulut lebar agar tidak berceceran pada saat ditampung, sebab semen yang tumpah, berarti jutaan sperma yang hilang tidak tercatat, sehingga akan mengurangi nilai pemeriksaan.
3.      Dianjurkan pengeluaran semen dilakukan secara masturbasi di kamar yang tenang kemudian dibawa ke lab dalam waktu satu jam setelah dikeluarkan.
4.      Botol penampung harus ditutup rapat, diberi nama yang bersangkutan, lamanya abstinensi, dan waktu pengeluaran semen.
  1. Pemeriksaan makroskopis semen
Pemeriksaan makroskopis semen meliputi pemeriksaan : warna semen, volume semen, pH semen, dan viskositas (kekentalan) semen.
1.      Warna semen, pada umumnya berwarna putih keruh, ada yang berwarna jernih, dan ada juga yang berwarna kemerahan.
2.      Volume semen, ditentukan dengan menggunakan gelas ukur 10 mL.
3.      Viskositas semen, diukur setelah terjadi pencairan (likuifasi) yang sempurna.
4.      pH semen, penentuan dilakukan setelah likuifasi sempurna, yaitu dengan kertas pH.
  1. Pemeriksaan mikroskopis semen
Pemeriksaan mikroskopis semen memerlukan ketelitian dan kecermatan yang tinggi, karena kesimpulan hasil analisis semen banyak ditentukan dari pemeriksaan mikroskopis semen. Pemeriksaan ini meliputi :
1.      Kecepatan gerak sperma (velocity) ; kecepatan gerakan sperma (dalam detik) ditentukan secara objectif dengan stopwatch. Sperma yang gerakannya paling cepat dan lurus saja yang dicatat, karena kecepatan gerakan sperma merupakan salah satu factor penting fertilitas.
2. Motilitas sperma ; pemeriksaan motilitas dilakukan satu jam setelah ejakulasi. Dengan menggunakan alat hitung ditentukan jenis motilitas progresif lurus cepat, lurus lambat, gerak ditempat, tidak bergerak.
3.  Konsentrasi sperma ; diawali dengan menentukan kerapatan sperma pada hemositometer Neubauer untuk menentukan factor pengencer dan kemudian dihitung dengan rumus.
4.      Jumlah sperma total ; diperoleh dari mengalirkan sperma dengan volume ejakulat.
5.    Viabilitas sperma ; menentukan jumlah sperma yang masih hidup dengan pewarnaan supravital dengan menggunakan larutan eosin Y.
6.      Morfologi sperma ; untuk mengetahui berapa presentase sperma yang memiliki morfologi normal dan yang abnormal.
7.   Aglutinasi sperma ; terjadi karena sperma motil saling melekat satu dengan lainnya, kepala dengan kepala, leher dengan leher, ekor dengan ekor, atau percampuran antara leher dengan ekor. Ini merupakan bukti adanya factor immunologi sebagai penyebab infertilitas.
8.   Uji HOS (Hipoosmotic swelling test); didasarkan pada sifat semipermeable membrane ekor sperma.
9.      Elemen seluler bukan sperma ; antara lain sel leukosit, eritrosit, dll.
  1. Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan tambahan ini contohnya adalah fruktosa semen, dilakukan terutama pada semen azoospermia. Seperti diketahui, fruktosa semen diproduksi oleh kelenjar vesika seminalis. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui penyebab azoospermia apakah dari proses spermatogenesis terhambat, ada obstruksi duktus ejakulatorius, atau disfungsi vesika seminalis.
 III.         METODE KERJA
1.1      Alat dan Bahan
1.       Mikroskop
2.       Objek glass
3.       Deck glass
4.       Kertas lakmus (pH)
5.       Counter
6.       Neuebauer
7.       Pipet  mikro
8.       Pipet tetes
9.       Tabung reaksi
10.   Batang kaca
11.   Gelas ukur
12.   Pipet ukur
13.   Hematokrit Neubauer
 1.2      BAHAN
1.      Semen ejakulat
2.      Larutan  eocyn  Y
3.      Alkohol 96%
4.      Larutan  Giemsa
5.      Larutan  George
6.      Larutan  HoST
7.      Emersi oil
8.      Aquadestilata
 3.3     Cara Kerja
a.   Pemeriksaan  makroskopik
1.   Likuifaksi
Semen dianalisis setelah mengalami likuifaksi,  biarkan semen sekitar 20. menit atau maksimal 1 jam setelah ejakulasi
2.   Warna semen
Warna semen diamati dengan  mata telanjang
3.    Bau semen
Dengan  mengamati secara langsung
4.    pH
Setetes sperma disebarkan secara merata diatas kertas Ph ( kisaran Ph  6,4-8). Setelah 30 detik  warna daerah  yang dibasahi akan merata dan kemudian dibandingkan dengan kertas kalibrasi untuk di baca Ph nya.
5.    Volume
Volume harus diukur dengan  suatu gelas ukur, atau dengan cara menyedot seluruh siapan ke dalam suatu semprit atau  pipet ukur.
6.    Viskositas
                            Semen diaduk rata, lalu dihisap ke dalam pipet Pasteur 5ml. Selanjutnya semen dibiarkan menetes keluar pipet sambil diamati panjang benang dari tetesan semen.  

a.         Pemeriksaan Mikroskopik

1.      Kecepatan gerak sperma (velocity)
Teteskan semen yang telah diaduk, diteteskan dalam hemositometer Neubauer. Sperma yang gerakannya paling cepat dan lurus saja yang dicatat,
2.      Motilitas atau pergerakan spermatozoa dihitung  dalam
persentase.
 Suatu volume semen tertentu  diteteskan diatas kaca objek yang
 bersih dan kemudian ditutup dengan kaca tutup. Motilitas setiap
 sperma yang dijumpai dicatat. Biasanya  diamati pada beberapa
 lapang pandang terhadap 100 ekor spermatozoa ( jumlah total
 presentase adalah 100%).
 Motilitas digolongkan menjadi beberapa kriteria sbb :
a. Progresif lurus : beregerak lurus kedepan lincah dan cepat
b. Progresif lamabat : bergerak  ke depan tetapi lambat.
c. Gerak di tempat : gerakan tidak menunjukkan perpindahan
    tempat, biasanya bergetar di tempat, berputar atau melompat.
d. Tidak  bergerak : tidak ada gerakan sama sekali atau diam
    ditempat.
 3.  Konsentrasi sperma
 Siapan yang telah diencer kan harus diaduk dengan baik  dan kemudian 1 tetes di letakkan  diatas hemocytometer Neubauer serta ditutup dengan kaca tutup (deck glass).
Menentukan jumlah pengenceran yang akan ditentukan, misalnya :
a. Untuk sediaan dengan jumlah sperma per LPB (400x) <15 sperma, maka pengencerannya 1:5.
b. Untuk sediaan dengan jumlah sperma per LPB (400x) 15-40 sperma, maka pengencerannya 1:10.
c.  Untuk sediaan dengan jumlah sperma per LPB (400x) 40-200 sperma, maka pengencerannya 1:20
d.      Untuk sediaan dengan jumlah per LPB (400x) > 200 sperma, maka pengencerannya 1:50.
Oleh karena itu kita dapat menentukan :
1.      25 kotak : N x 10.000 x factor pengencer x 25/jumlah kotak
               yang dihitung.
2.      10 kotak : N x 10.000 x factor pengencer x 25/jumlah kotak
               yang dihitung.
3.      5 kotak   :N x 10.000 x factor pengencer x 25/jumlah kotak
              yang dihitung

 
  4.    Jumlah Sperma total
Diperoleh dari mengalirkan sperma dengan volume ejakulat.
5.        Viabilitas sperma
Setelah semen diaduk rata (homogen), teteskan dengan satu tetes di atas gelas objek. Kemudian ditambahkan satu tetes larutan Eosin Y 0,5 % pada tetesan semen tadi, lalu ditutup dengan kaca penutup. Ditunggu 1-2 menit sampai larutan semen-eosin Y di bawah kaca penutup stabil. Selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop fase kontras. Sperma hidup berwarna kuning, sedangkan yang mati kebiru-biruan.
 6.       Morfologi sperma normal
Untuk pemeriksaan morfologi sperma, dibuat sediaan apus semen pada gelas objek, dikeringkan pada suhu kamar. Setelah kering, difiksasi dengan methanol selama 5 menit, kemudian diwarna dengan Giemsa selama 30 menit. Diamati dengan mikroskop cahaya.
7.    Hipoosmotik Swelling Test ( HoST)
       Pada uji HOST digunakkan larutan HOST sebagai berikut:
1.    100 mikroliter semen dicampur dalam 1  ml larutan HOST diamkan selama 1 jam.
2.  Lalu ambil setetes dan teteskan pada objek glass lalu diamati dibawah mikroskop dengan per besaran 400 kali
3. Hitung 100 sper matozoa , spermatozoa ekornya tidak lurus berarti tidak ada kebocoran membran, sedangkan spermatozoa yang ekornya lurus berarti ada kebocoran.
8.    Aglutinasi sperma
Aglutinasi diamati dalam 10 lapang pandang yang dipilih secara acak dan tentukan presentase rata-rata sperma yang berlekatan.

IV.              HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil analisis
Tabel hasil analisis semen dari pasien di Laboratorium Biologi FKUI sebagai berikut :
TABEL HASIL ANALISIS SEMEN
Nama
Tn. D
Umur       :  25 Tahun
Pekerjaan
-
Telepon    : -
Alamat
-
Infertilitas :-
Lama Menikah
-
Tanggal     : 6/03/12
Dikirim oleh
-
No. Klinik : -
Semen dikeluarkan
-
No. Lab     : -
Tempat dikeluarkan
-
Abstinensia : -
Tiba di Lab pukul
-

No.
Pemeriksaan Makroskopis (Semen)
1.
Likuifasi
Sempurna
Sempurna setelah 30 detik
2.
Warna semen
Putih Mutiara
Putih Mutiara
3.
Bau
Khas
Khas
4.
PH
7,5
7,2-7,8
5.
Volume
3
2-6 ml
6.
Viskositas
9 detik
< 6,2 detik

No.
Pemeriksaan Mikroskopis (Semen)
1.
Kecepatan rata-rata
Sempurna
Sempurna setelah 30 detik
2.
Motilitas
(setelah 1 jam)

60 %
a.
Progresif lurus cepat
.40 %
0,8-1,6 dtk/0,05 mm
b.
Progresif lurus lambat
22 %
>1,6 dtk/0,05 mm
c.
Gerak di tempat
13 %

d.
Tidak bergerak
25 %

3.
Konsentrasi sperma
18,75 juta/ml
≥ 20 juta/ml
4.
Jumlah sperma
56,75 juta/eja
≥ 40 juta/ejakulat
5.
Viabilitas sperma
68 %
≥ 60 %
6.
Morfologi sperma
32 %
≥ 30 %
7.
Aglutinasi spontan
+
Negatif
8.
Elemen lain bukan sperma
Tidak dilakukan
9.
Uji Integritas Membran (HOS Test)
63 %
≥ 60 %
4.2  Pembahasan
Pada praktikum kali ini kita akan membahas hasil analisis semen dari sampel pasien yang memeriksakan diri ke Laboratorium Biologi. Dari tabel kita memeriksa semen dengan 2 pemeriksaan yaitu Makroskopis dan Mikroskopis. Semen yang normal dan telah mengalami proses liquefaction akan bersifat homogen, berwarna putih abu-abu. Kemungkinan akan tampak lebih bening (less opaque) bila konsentrasi sperma sangat rendah. Warna semen yang merah kecoklatan menunjukan adanya sel darah (hemospermia). Semen dapat berwarna kuning pada pria dengan sakit kuning (jaundice) atau minum vitamin dan obat tertentu.
 Pria subur rata-rata mengeluarkan 2 hingga 5 cc semen dalam satu kali ejakulasi. Secara konsisten mengeluarkan kurang dari 1,5 cc (hypospermia) atau lebih dari 5,5 cc (hyperspermia) dikatakan abnormal. Volume yang didapatkan dari sampel pasien yaitu sebesar 3 ml, sesuai dengan lama tidak berejakulasi yaitu abstinensia 7 hari dan termasuk kategori normal.
Volume cairan ejakulat (semen) terutama berasal dari cairan vesikula seminalis (60%) dan kelenjar prostat (15%), sebagian kecil dari kelenjar bulbouretralis dan epididimidis. Volume semen yang normal minimal adalah lebih dari 2 ml dengan rentang 2-5 ml. Volume semen yang rendah bisa mengindikasikan sumbatan saluran ejakulasi, gangguan vesikula seminalis, ejakulasi retrograde (retrograde ejaculation) atau kekurangan hormone androgen. Volume semen yang terlalu banyak dapat menunjukan eksudasi aktif yang terjadi pada kelenjar yang mengalami peradangan (inflamasi).
 Ph semen normal berada dalam  kisar 7,2- 7,8. Jika Ph lebih besar dari 7,8  maka ada indiasi inf eksi. Sebaliknya, jika Ph kurang dari 7, pada azoospermia perlu  dilakukan pemeriksaan lanjutan karena adanya kemungkinan disgenesis vas deferens, vesica seminalis atau epididimis.
Pria subur memiliki konsentrasi sperma di atas 20 juta/ml atau 40 juta secara keseluruhan. Jumlah di bawah 20 juta/cc dikatakan konsentrasi sperma rendah dan di bawah 10 juta/cc digolongkan sangat rendah. Pada pasien ini didapat konsentrasi sebesar 18,75 juta/ml. Istilah kedokteran untuk konsentrasi sperma rendah adalah oligospermia. Bila sama sekali tidak ada sperma disebut azoospermia. Semen pria yang tidak memiliki sperma secara kasat mata terlihat sama dengan semen pria lainnya, hanya pengamatan melalui mikroskoplah yang dapat membedakannya.
 Dengan meneteskan satu tetes (10 µl) semen pada tiap kamar hitung haemocytometer, lalu dihitung jumlah spermatozoa yang ada.  Jika sampel kurang dari 10 spermatozoa per lpb, maka menghitung seluruh kotak besar yang berjumlah 25. Jika 10 - 40 spermatozoa terlihat per lpb, maka cukup menghitung 10 kotak besar. Jika sampel > 40 spermatozoa terlihat per lpb, maka cukup menghitung 5 kotak besar.
Selanjutnya bila telah menghitung 25, 10 atau 5 kotak besar pada Haemocytometer maka dibagi dalam faktor konversi sesuai kotak besar yang telah dihitung, yang hasilnya adalah konsentrasi spermatozoa dalam juta per milliliter. Konsentrasi spermatozoa normal bila ≥ 20 juta/ml (WHO,1999).
WHO edisi 2010 konsentrasi spermatozoa normal bila ≥ 15 juta/ml.

Sperma normal memiliki bentuk kepala oval beraturan dengan ekor lurus panjang di tengahnya. Sperma yang bentuknya tidak normal (disebut teratozoospermia) seperti kepala bulat, kepala pipih, kepala terlalu besar, kepala ganda, tidak berekor, dll, adalah sperma abnormal dan tidak dapat membuahi telur. Hanya sperma yang bentuknya sempurna yang disebut normal. Pria normal memproduksi paling tidak 30% sperma berbentuk normal. Bentuk – bentuk morfologi abnormal adalah kepala makro, kepala mikro, kepala taper, kepala piri, kepala double, kepala amorf, kepala round, kepala pin, midpiece abnormal, sitoplasma droplet, ekor double, ekor koil, ekor bent.
Kriteria morfologi normal bila pada pemeriksaan didapatkan bentuk spermatozoa normal ≥ 30 % (WHO,1999). WHO 1999 yang direvisi > 14 % (kriteria ketat), dan terakhir morfologi normal WHO 2010 ≥ 4 %.
Bila tidak memenuhi kriteria persentase morfologi normal spermatozoa diatas maka kategori diagnostik laboratoris adalah Teratozoospermia.
Semen Normal Menurut Standar WHO

Parameter
Nilai Minimum
Volume (mL)
2.0
Konsentrasi (juta/mL)
20
Motilitas (%)
50
Kecepatan maju (0-4)
3
Morfologi normal (%) (WHO)
30
Morfologi normal (%) (Ketat)
14
Jumlah sperma (juta)
40
Total sperma bermotilitas (juta)
20
Total sperma fungsional (juta)
6


Sperma terdiri dari dua jenis, yaitu yang dapat berenang maju dan yang tidak. Hanya sperma yang dapat berenang maju dengan cepatlah yang dapat mencapai sel telur. Sperma yang tidak bergerak tidak ada gunanya.
Menurut WHO, motilitas sperma digolongkan dalam empat tingkatan:
·  Kelas a: sperma yang berenang maju dengan cepat dalam garis lurus seperti peluru kendali.
· Kelas b: sperma yang berenang maju tetapi dalam garis melengkung atau bergelombang, atau dalam
 garis lurus tetapi lambat.
· Kelas c: sperma yang menggerakkan ekornya tetapi tidak melaju.
· Kelas d: sperma yang tidak bergerak sama sekali.
Sperma kelas c dan d adalah sperma yang buruk. Pria yang subur memproduksi paling tidak 50% sperma kelas a dan b. Bila proporsinya kurang dari itu, kemungkinan akan sulit memiliki anak. Motilitas sperma juga dapat terkendala bila sperma saling berhimpitan secara kelompok sehinga menyulitkan gerakan mereka menuju ke sel telur.  Pada pemeriksaan pasien dengan kategori a dan b memproduksi lebih dari 50 %.
Kesuburan pria ditentukan oleh kombinasi keempat kriteria di atas, yaitu jumlah sperma berbentuk sempurna dalam semennya yang dapat bergerak agresif. Misalnya, seorang pria yang memproduksi 20 juta sperma per ml, 50% -nya bermotilitas bagus dan 60% -nya berbentuk sempurna, maka dia dikatakan memiliki hitungan sperma 20 x 0,5 x 0,6 = 6 juta sperma bagus per ml. Bila volume ejakulasinya adalah 2 ml, maka total sperma bagus dalam sampelnya adalah 12 juta.
Hasil pemeriksaan menunjukkan pasien mempunyai jumlah sperma total 56,25 juta/ejakulat dari volume 3 ml dan konsentrasi 18,75 juta/ejakulat. Dan dapat disimpulkan dari jumlah sperma menunjukkan hasil yang normal.
 Uji HOS didasarkan pada sifat semipermiable membrane ekor sperma. Di bawah kondisi larutan hiperosmotik, air akan masuk melalui membrane ekor sperma yang utuh (tidak rusak), sehingga ekor sperma bertambah. Pertambahan volume tersebut akan menyebabkan ekor sperma membengkok. Sebaliknya, jika membran ekornya rusak, maka air yang masuk akan keluar lagi. Dalam hal ini, ekor tidak mengalami perubahan volume, sehingga tidak membengkok.


   
  Hasil Uji HOS pada sperma

 V.   KESIMPULAN
Secara keseluruhan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis pada pasien ini kondisi sperma normal, hanya saja pada pasien ini didapat konsentrasi sebesar 18,75 juta/ml tergolong sperma rendah yang disebut oligospermia.
Pemeriksaan semen dilakukan untuk mengevaluasi spermatogenesis dan spermiogenesis. Analisis semen pada kasus infertilitas pria tidak hanya untuk diagnosis tetapi juga berguna bagi terapi dan prognosis.
Analisis semen memberikan informasi :
1. Produksi sperma oleh testis
2. Sumbatan dan fungsi saluran reproduksi pria
3. Aktivitas kelenjar aksesori
4. Kapabilitas Ejakulasi
Sehingga pemeriksaan semen dilakukan untuk :
- Diagnosis kemandulan pria
- Diagnosis infertilitas pria
- Prognosis kesuburan pria
- Mengidentifikasi penanganan yang akan dilakukan :
  a. Medikamentosa
  b. Pembedahan
  c. Teknologi reproduksi berbantu (IUI,IVF,ICSI)
      - Keperluan forensik
      - Efektivitas vasektomi (KB Pria mantap)
 DAFTAR PUSTAKA
1.    Departemen Biologi Kedokteran FKUI. Standarisasi Analisis Semen   
     dan Interpretasi Hasil. Workshop. Hotel Borobudur Jakarta, 19-20
     April 2005.
2.    Djjar. Tinjauan Hasil Analisis Semen Normal Secara  
    Makroskopis.http://djjars.blogspot.com/2012/02/tinjauan-hasil-
    analisis-semen-normal.html. (Diakses pada, 25 Maret 2012).
3.    Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Jakarta:EGC,
     1997
4.    Martini, FH. Fundamentals of anatomy & physiology. 8th. Benjamin
    Cummings. 2006. p:1016-7
5.    Oktiviani, R. Evaluasi Pemeriksaan Analisa Semen
6.    Sherwood, Lauree. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Ed.2. 
     Jakarta:EGC. 2001
7.    WHO., 1999. WHO Laboratory Manual for the Examination of Human
     Semen and Sperm- Cervical Mucus Interaction. Fifth Edition.
     Cambridge University Press.2010
8.    Wongso, A.D. Pemeriksaan Analisis Semen Dasar dan Lanjut. http://analisasperma.blogspot.com/2011/07/pemeriksaan-semen-dilakukan-untuk.html.(Diakses pada, 25 Maret 2012)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar