I.
TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan
dari praktikum analisis semen ini adalah untuk menentukan kualitas semen dengan
melakukan analisis semen berupa pemeriksaan makroskopis dan pemeriksaan
mikroskopis serta pemeriksaan penunjang lainnya.
II. DASAR TEORI
Analisa semen
dapat dilakukan untuk mengevaluasi gangguan fertilitas (kesuburan) yang
disertai dengan atau tanpa disfungsi hormon androgen. Dalam hal ini hanya
beberapa parameter ejakulat yang diperiksa (dievaluasi) berdasarkan buku
petunjuk WHO “ Manual for the examination
of the Human Semen and Sperm-Mucus Interaction”.
Semen merupakan cairan putih atau
abu-abu yang dikeluarkan dari uretra pada saat ejakulasi. Sperma terdapat atau
bagian dari semen disamping cairan-cairan lainya. Kuantitas dan kualitas
penting sekali dalam fungsi reproduksi. Pada semen yang baik, sperma akan dapat
survive, berenang dan akhirnya mencapai sel ovum di saluran reproduksi wanita.
Sperma dan ovum akan bersatu dalam suatu proses yang disebut fertilisasi
(pembuahan) membentuk zygot. Zygot inilah calon individu baru yang mewarisi
setengah sifat ayah dan setengah sifat ibu.
Spermatogenesis merupakan
peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma
yang masak serta menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung
secara berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan
diatur oleh hormone gonadtotropin dan testosterone.
Tahap pembentukan spermatozoa
dibagi atas tiga tahap yaitu :
1.
Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami
mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer.
a.
Spermatogonia
Spermatogonia
merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan
cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan
berkembang menjadi spermatosit primer.
b.
Spermatosit
Primer
Spermatosit
primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis.
Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
2. Tahapan Meiois
Spermatosit
I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera
mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II.
Sitokenesis
pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah,
tapi masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge).
Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid
menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase
akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua
spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita “X”. Apabila
salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel somatik
manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan.
Gambar 1. Bagian Spermatozoa
Organisasi
Kesehatan Dunia atau WHO, telah mengambil inisiatif membuat buku penuntun
analisis semen berjudul Laboratory Manual
For the Examination of Human Semen and Semen-Cervical Mucus Interaction.
Buku ini bertujuan untuk menstandarisasi prosedur analisis semen bagi semua
laboratorium analisis semen, sehingga kesimpulan hasil analisis dapat
dimengerti dan diterima oleh para ahli andrologi dan dijadikan sebagai acuan
dan dipatuhi dalam melakukan pemeriksaan analisis semen.
Analisis
semen manusia memiliki beberapa tahapan proses dan parameter yang dilakukan
sebelum dikeluarkannya semen dan pada tahap proses analisis pemeriksaannya,
yaitu :
A. Pengeluaran dan penampungan semen
Kepada
pasien diberikan penjelasan terlebih dahulu secara lisan ataupun tertulis
bagaimana sebaiknya cara mengeluarkan dan menampung semen, yang akan dibawa ke
laboratorium untuk diperiksa. Pengeluaran dan penampungan semen yang benar :
1. Setelah
abstinensi seksual selama 3-7 hari (tidak kurang dan tidak lebih)
2. Semen
ditampung dalam botol kaca yang bersih dan bermulut lebar agar tidak berceceran
pada saat ditampung, sebab semen yang tumpah, berarti jutaan sperma yang hilang
tidak tercatat, sehingga akan mengurangi nilai pemeriksaan.
3. Dianjurkan
pengeluaran semen dilakukan secara masturbasi di kamar yang tenang kemudian
dibawa ke lab dalam waktu satu jam setelah dikeluarkan.
4. Botol
penampung harus ditutup rapat, diberi nama yang bersangkutan, lamanya
abstinensi, dan waktu pengeluaran semen.
- Pemeriksaan makroskopis semen
Pemeriksaan
makroskopis semen meliputi pemeriksaan : warna
semen, volume semen, pH semen, dan viskositas (kekentalan) semen.
1. Warna
semen, pada umumnya berwarna putih keruh, ada yang berwarna jernih, dan ada
juga yang berwarna kemerahan.
2. Volume
semen, ditentukan dengan menggunakan gelas ukur 10 mL.
3. Viskositas
semen, diukur setelah terjadi pencairan (likuifasi) yang sempurna.
4. pH
semen, penentuan dilakukan setelah likuifasi sempurna, yaitu dengan kertas pH.
- Pemeriksaan mikroskopis semen
Pemeriksaan
mikroskopis semen memerlukan ketelitian dan kecermatan yang tinggi, karena
kesimpulan hasil analisis semen banyak ditentukan dari pemeriksaan mikroskopis
semen. Pemeriksaan ini meliputi :
1. Kecepatan
gerak sperma (velocity) ; kecepatan gerakan sperma (dalam detik) ditentukan
secara objectif dengan stopwatch. Sperma yang gerakannya paling cepat dan lurus
saja yang dicatat, karena kecepatan gerakan sperma merupakan salah satu factor
penting fertilitas.
2. Motilitas
sperma ; pemeriksaan motilitas dilakukan satu jam setelah ejakulasi. Dengan
menggunakan alat hitung ditentukan jenis motilitas progresif lurus cepat, lurus
lambat, gerak ditempat, tidak bergerak.
3. Konsentrasi
sperma ; diawali dengan menentukan kerapatan sperma pada hemositometer Neubauer
untuk menentukan factor pengencer dan kemudian dihitung dengan rumus.
4. Jumlah
sperma total ; diperoleh dari mengalirkan sperma dengan volume ejakulat.
5. Viabilitas
sperma ; menentukan jumlah sperma yang masih hidup dengan pewarnaan supravital
dengan menggunakan larutan eosin Y.
6. Morfologi
sperma ; untuk mengetahui berapa presentase sperma yang memiliki morfologi
normal dan yang abnormal.
7. Aglutinasi
sperma ; terjadi karena sperma motil saling melekat satu dengan lainnya, kepala
dengan kepala, leher dengan leher, ekor dengan ekor, atau percampuran antara
leher dengan ekor. Ini merupakan bukti adanya factor immunologi sebagai
penyebab infertilitas.
8. Uji
HOS (Hipoosmotic swelling test);
didasarkan pada sifat semipermeable membrane ekor sperma.
9. Elemen
seluler bukan sperma ; antara lain sel leukosit, eritrosit, dll.
- Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan
tambahan ini contohnya adalah fruktosa semen, dilakukan terutama pada semen
azoospermia. Seperti diketahui, fruktosa semen diproduksi oleh kelenjar vesika
seminalis. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui penyebab azoospermia apakah
dari proses spermatogenesis terhambat, ada obstruksi duktus ejakulatorius, atau
disfungsi vesika seminalis.
III.
METODE
KERJA
1.1
Alat
dan Bahan
1.
Mikroskop
2.
Objek
glass
3.
Deck
glass
4. Kertas lakmus (pH)
5. Counter
6. Neuebauer
7. Pipet
mikro
8. Pipet tetes
9. Tabung reaksi
10. Batang kaca
11. Gelas ukur
12. Pipet ukur
13. Hematokrit Neubauer
1.2
BAHAN
1. Semen ejakulat
2. Larutan
eocyn Y
3. Alkohol 96%
4. Larutan
Giemsa
5. Larutan
George
6. Larutan
HoST
7. Emersi oil
8. Aquadestilata
3.3 Cara Kerja
a.
Pemeriksaan makroskopik
1.
Likuifaksi
Semen dianalisis setelah mengalami
likuifaksi, biarkan semen sekitar 20.
menit atau maksimal 1 jam setelah ejakulasi
2.
Warna semen
Warna semen diamati dengan mata telanjang
3. Bau semen
Dengan
mengamati secara langsung
4. pH
Setetes sperma disebarkan secara merata
diatas kertas Ph ( kisaran Ph 6,4-8).
Setelah 30 detik warna daerah yang dibasahi akan merata dan kemudian
dibandingkan dengan kertas kalibrasi untuk di baca Ph nya.
5. Volume
Volume harus diukur dengan suatu gelas ukur, atau dengan cara menyedot
seluruh siapan ke dalam suatu semprit atau
pipet ukur.
6. Viskositas
Semen diaduk rata,
lalu dihisap ke dalam pipet Pasteur 5ml. Selanjutnya semen dibiarkan menetes
keluar pipet sambil diamati panjang benang dari tetesan semen.
a.
Pemeriksaan
Mikroskopik
1. Kecepatan
gerak sperma (velocity)
Teteskan
semen yang telah diaduk, diteteskan dalam hemositometer Neubauer. Sperma yang
gerakannya paling cepat dan lurus saja yang dicatat,
2.
Motilitas
atau pergerakan spermatozoa dihitung
dalam
persentase.
Suatu
volume semen tertentu diteteskan diatas
kaca objek yang
bersih
dan kemudian ditutup dengan kaca tutup. Motilitas setiap
sperma
yang dijumpai dicatat. Biasanya diamati
pada beberapa
lapang
pandang terhadap 100 ekor spermatozoa ( jumlah total
presentase
adalah 100%).
Motilitas digolongkan menjadi beberapa
kriteria sbb :
a. Progresif lurus : beregerak lurus kedepan
lincah dan cepat
b. Progresif lamabat : bergerak ke depan tetapi lambat.
c. Gerak di tempat : gerakan tidak
menunjukkan perpindahan
tempat,
biasanya bergetar di tempat, berputar atau melompat.
d. Tidak
bergerak : tidak ada gerakan sama sekali atau diam
ditempat.
3.
Konsentrasi sperma
Siapan
yang telah diencer kan harus diaduk dengan baik
dan kemudian
1 tetes di letakkan diatas hemocytometer Neubauer serta
ditutup dengan kaca tutup (deck glass).
Menentukan
jumlah pengenceran yang akan ditentukan, misalnya :
a. Untuk sediaan dengan jumlah sperma per
LPB (400x) <15 sperma, maka pengencerannya 1:5.
b. Untuk sediaan dengan jumlah sperma per
LPB (400x) 15-40 sperma, maka pengencerannya 1:10.
c. Untuk sediaan dengan jumlah sperma per
LPB (400x) 40-200 sperma, maka pengencerannya 1:20
d.
Untuk sediaan dengan jumlah per LPB
(400x) > 200 sperma, maka pengencerannya 1:50.
Oleh
karena itu kita dapat menentukan :
1.
25 kotak : N x 10.000 x factor pengencer
x 25/jumlah kotak
yang dihitung.
2.
10 kotak : N x 10.000 x factor pengencer
x 25/jumlah kotak
yang dihitung.
3.
5 kotak
:N x 10.000 x factor pengencer x 25/jumlah kotak
yang dihitung
4. Jumlah Sperma total
Diperoleh dari mengalirkan sperma dengan
volume ejakulat.
5.
Viabilitas sperma
Setelah
semen diaduk rata (homogen), teteskan dengan satu tetes di atas gelas objek.
Kemudian ditambahkan satu tetes larutan Eosin Y 0,5 % pada tetesan semen tadi,
lalu ditutup dengan kaca penutup. Ditunggu 1-2 menit sampai larutan semen-eosin
Y di bawah kaca penutup stabil. Selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop fase
kontras. Sperma hidup berwarna kuning, sedangkan yang mati kebiru-biruan.
6. Morfologi sperma normal
Untuk
pemeriksaan morfologi sperma, dibuat sediaan apus semen pada gelas objek, dikeringkan
pada suhu kamar. Setelah kering, difiksasi dengan methanol selama 5 menit,
kemudian diwarna dengan Giemsa selama 30 menit. Diamati dengan mikroskop
cahaya.
7. Hipoosmotik Swelling Test ( HoST)
Pada uji HOST digunakkan larutan HOST sebagai
berikut:
1.
100
mikroliter semen dicampur dalam 1 ml
larutan HOST diamkan selama 1 jam.
2. Lalu ambil setetes dan teteskan pada objek
glass lalu diamati dibawah mikroskop dengan per besaran 400 kali
3. Hitung 100 sper matozoa , spermatozoa
ekornya tidak lurus berarti tidak ada kebocoran membran, sedangkan spermatozoa
yang ekornya lurus berarti ada kebocoran.
8. Aglutinasi
sperma
Aglutinasi
diamati dalam 10 lapang pandang yang dipilih secara acak dan tentukan
presentase rata-rata sperma yang berlekatan.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil analisis
Tabel hasil analisis semen dari pasien di
Laboratorium Biologi FKUI sebagai berikut :
TABEL HASIL ANALISIS SEMEN
Nama
|
Tn. D
|
Umur
: 25 Tahun
|
Pekerjaan
|
- |
Telepon
: -
|
Alamat
|
- |
Infertilitas :-
|
Lama Menikah
|
- |
Tanggal
: 6/03/12
|
Dikirim oleh
|
- |
No. Klinik : -
|
Semen dikeluarkan
|
- |
No. Lab
: -
|
Tempat dikeluarkan
|
- |
Abstinensia : -
|
Tiba di Lab pukul
|
-
|
No.
|
Pemeriksaan
Makroskopis (Semen)
|
||
1.
|
Likuifasi
|
Sempurna
|
Sempurna setelah 30 detik
|
2.
|
Warna semen
|
Putih Mutiara
|
Putih Mutiara
|
3.
|
Bau
|
Khas
|
Khas
|
4.
|
PH
|
7,5
|
7,2-7,8
|
5.
|
Volume
|
3
|
2-6 ml
|
6.
|
Viskositas
|
9 detik
|
< 6,2 detik
|
No.
|
Pemeriksaan
Mikroskopis (Semen)
|
||
1.
|
Kecepatan rata-rata
|
Sempurna
|
Sempurna setelah 30 detik
|
2.
|
Motilitas
(setelah 1 jam)
|
|
60 %
|
a.
|
Progresif lurus cepat
|
.40 %
|
0,8-1,6 dtk/0,05 mm
|
b.
|
Progresif lurus lambat
|
22 %
|
>1,6 dtk/0,05 mm
|
c.
|
Gerak di tempat
|
13 %
|
|
d.
|
Tidak bergerak
|
25 %
|
|
3.
|
Konsentrasi sperma
|
18,75 juta/ml
|
≥ 20 juta/ml
|
4.
|
Jumlah sperma
|
56,75 juta/eja
|
≥ 40 juta/ejakulat
|
5.
|
Viabilitas sperma
|
68 %
|
≥ 60 %
|
6.
|
Morfologi sperma
|
32 %
|
≥ 30 %
|
7.
|
Aglutinasi spontan
|
+
|
Negatif
|
8.
|
Elemen
lain bukan sperma
|
Tidak dilakukan
|
|
9.
|
Uji
Integritas Membran (HOS Test)
|
63 %
|
≥ 60 %
|
4.2 Pembahasan
Pada
praktikum kali ini kita akan membahas hasil analisis semen dari sampel pasien
yang memeriksakan diri ke Laboratorium Biologi. Dari tabel kita memeriksa semen
dengan 2 pemeriksaan yaitu Makroskopis dan Mikroskopis. Semen yang normal dan telah
mengalami proses liquefaction akan bersifat homogen, berwarna putih
abu-abu. Kemungkinan akan tampak lebih bening (less opaque) bila
konsentrasi sperma sangat rendah. Warna semen yang merah kecoklatan menunjukan
adanya sel darah (hemospermia). Semen dapat berwarna kuning pada pria
dengan sakit kuning (jaundice) atau minum vitamin dan obat tertentu.
Pria subur rata-rata mengeluarkan 2 hingga 5 cc semen dalam satu kali ejakulasi.
Secara konsisten mengeluarkan kurang dari 1,5 cc (hypospermia) atau
lebih dari 5,5 cc (hyperspermia) dikatakan abnormal. Volume yang
didapatkan dari sampel pasien yaitu sebesar 3 ml, sesuai dengan lama tidak
berejakulasi yaitu abstinensia 7 hari dan termasuk kategori normal.
Volume cairan ejakulat (semen)
terutama berasal dari cairan vesikula seminalis (60%) dan kelenjar prostat
(15%), sebagian kecil dari kelenjar bulbouretralis dan epididimidis. Volume
semen yang normal minimal adalah lebih dari 2 ml dengan rentang 2-5 ml. Volume
semen yang rendah bisa mengindikasikan sumbatan saluran ejakulasi, gangguan
vesikula seminalis, ejakulasi retrograde (retrograde ejaculation) atau
kekurangan hormone androgen. Volume semen yang terlalu banyak dapat menunjukan
eksudasi aktif yang terjadi pada kelenjar yang mengalami peradangan
(inflamasi).
Ph semen normal berada dalam kisar 7,2- 7,8. Jika Ph lebih besar dari
7,8 maka ada indiasi inf eksi.
Sebaliknya, jika Ph kurang dari 7, pada azoospermia perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan karena adanya
kemungkinan disgenesis vas deferens, vesica seminalis atau epididimis.
Pria subur memiliki konsentrasi sperma di atas 20 juta/ml atau 40 juta secara keseluruhan.
Jumlah di bawah 20 juta/cc dikatakan konsentrasi sperma rendah dan di bawah 10
juta/cc digolongkan sangat rendah. Pada pasien ini didapat konsentrasi sebesar 18,75
juta/ml. Istilah kedokteran untuk
konsentrasi sperma rendah adalah oligospermia. Bila sama sekali tidak
ada sperma disebut azoospermia. Semen pria yang tidak memiliki sperma
secara kasat mata terlihat sama dengan semen pria lainnya, hanya pengamatan
melalui mikroskoplah yang dapat membedakannya.
Dengan meneteskan satu tetes (10
µl) semen pada tiap kamar hitung haemocytometer, lalu dihitung jumlah
spermatozoa yang ada. Jika sampel kurang
dari 10 spermatozoa per lpb, maka menghitung seluruh kotak besar yang berjumlah
25. Jika 10 - 40 spermatozoa terlihat per lpb, maka cukup menghitung 10 kotak
besar. Jika sampel > 40 spermatozoa terlihat per lpb, maka cukup menghitung
5 kotak besar.
Selanjutnya bila telah menghitung
25, 10 atau 5 kotak besar pada Haemocytometer maka dibagi dalam faktor konversi
sesuai kotak besar yang telah dihitung, yang hasilnya adalah konsentrasi
spermatozoa dalam juta per milliliter. Konsentrasi spermatozoa normal bila ≥ 20
juta/ml (WHO,1999).
WHO edisi 2010 konsentrasi spermatozoa normal bila ≥ 15 juta/ml.
Sperma normal memiliki bentuk kepala oval beraturan dengan ekor lurus panjang di tengahnya. Sperma yang bentuknya tidak normal (disebut teratozoospermia) seperti kepala bulat, kepala pipih, kepala terlalu besar, kepala ganda, tidak berekor, dll, adalah sperma abnormal dan tidak dapat membuahi telur. Hanya sperma yang bentuknya sempurna yang disebut normal. Pria normal memproduksi paling tidak 30% sperma berbentuk normal. Bentuk – bentuk morfologi abnormal adalah kepala makro, kepala mikro, kepala taper, kepala piri, kepala double, kepala amorf, kepala round, kepala pin, midpiece abnormal, sitoplasma droplet, ekor double, ekor koil, ekor bent.
WHO edisi 2010 konsentrasi spermatozoa normal bila ≥ 15 juta/ml.
Sperma normal memiliki bentuk kepala oval beraturan dengan ekor lurus panjang di tengahnya. Sperma yang bentuknya tidak normal (disebut teratozoospermia) seperti kepala bulat, kepala pipih, kepala terlalu besar, kepala ganda, tidak berekor, dll, adalah sperma abnormal dan tidak dapat membuahi telur. Hanya sperma yang bentuknya sempurna yang disebut normal. Pria normal memproduksi paling tidak 30% sperma berbentuk normal. Bentuk – bentuk morfologi abnormal adalah kepala makro, kepala mikro, kepala taper, kepala piri, kepala double, kepala amorf, kepala round, kepala pin, midpiece abnormal, sitoplasma droplet, ekor double, ekor koil, ekor bent.
Kriteria
morfologi normal bila pada pemeriksaan didapatkan bentuk spermatozoa normal ≥
30 % (WHO,1999). WHO 1999 yang direvisi > 14 % (kriteria ketat), dan
terakhir morfologi normal WHO 2010 ≥ 4 %.
Bila tidak memenuhi kriteria persentase morfologi normal spermatozoa diatas maka kategori diagnostik laboratoris adalah Teratozoospermia.
Bila tidak memenuhi kriteria persentase morfologi normal spermatozoa diatas maka kategori diagnostik laboratoris adalah Teratozoospermia.
Semen Normal Menurut Standar WHO
|
|
Parameter
|
Nilai Minimum
|
Volume (mL)
|
2.0
|
Konsentrasi (juta/mL)
|
20
|
Motilitas (%)
|
50
|
Kecepatan maju (0-4)
|
3
|
Morfologi normal (%) (WHO)
|
30
|
Morfologi normal (%) (Ketat)
|
14
|
Jumlah sperma (juta)
|
40
|
Total sperma bermotilitas (juta)
|
20
|
Total sperma fungsional (juta)
|
6
|
Sperma terdiri dari dua jenis, yaitu yang dapat berenang
maju dan yang tidak. Hanya sperma yang dapat berenang maju dengan cepatlah yang
dapat mencapai sel telur. Sperma yang tidak bergerak tidak ada gunanya.
Menurut WHO, motilitas sperma digolongkan dalam empat
tingkatan:
· Kelas a: sperma yang berenang maju
dengan cepat dalam garis lurus seperti peluru kendali.
· Kelas b: sperma yang berenang maju
tetapi dalam garis melengkung atau bergelombang, atau dalam
garis lurus tetapi
lambat.
· Kelas c: sperma yang menggerakkan
ekornya tetapi tidak melaju.
· Kelas d: sperma yang tidak bergerak sama sekali.
Sperma kelas c dan d adalah sperma yang buruk. Pria yang
subur memproduksi paling tidak 50%
sperma kelas a dan b. Bila proporsinya kurang dari itu, kemungkinan akan
sulit memiliki anak. Motilitas sperma juga dapat terkendala bila sperma saling
berhimpitan secara kelompok sehinga menyulitkan gerakan mereka menuju ke sel
telur. Pada pemeriksaan pasien dengan
kategori a dan b memproduksi lebih dari 50 %.
Kesuburan pria ditentukan oleh kombinasi keempat kriteria di
atas, yaitu jumlah sperma berbentuk sempurna dalam semennya yang dapat bergerak
agresif. Misalnya, seorang pria yang memproduksi 20 juta sperma per ml, 50%
-nya bermotilitas bagus dan 60% -nya berbentuk sempurna, maka dia dikatakan
memiliki hitungan sperma 20 x 0,5 x 0,6 = 6 juta sperma bagus per ml. Bila
volume ejakulasinya adalah 2 ml, maka total sperma bagus dalam sampelnya adalah
12 juta.
Hasil pemeriksaan menunjukkan pasien mempunyai jumlah sperma
total 56,25 juta/ejakulat dari volume 3 ml dan konsentrasi 18,75 juta/ejakulat.
Dan dapat disimpulkan dari jumlah sperma menunjukkan hasil yang normal.
Uji HOS didasarkan pada sifat
semipermiable membrane ekor sperma. Di bawah kondisi larutan hiperosmotik, air
akan masuk melalui membrane ekor sperma yang utuh (tidak rusak), sehingga ekor
sperma bertambah. Pertambahan volume tersebut akan menyebabkan ekor sperma
membengkok. Sebaliknya, jika membran ekornya rusak, maka air yang masuk akan
keluar lagi. Dalam hal ini, ekor tidak mengalami perubahan volume, sehingga
tidak membengkok.
Hasil Uji HOS pada sperma
V. KESIMPULAN
Secara
keseluruhan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis pada pasien ini kondisi
sperma normal, hanya saja pada
pasien ini didapat konsentrasi sebesar 18,75 juta/ml tergolong sperma rendah yang disebut oligospermia.
Pemeriksaan
semen dilakukan untuk mengevaluasi spermatogenesis dan spermiogenesis. Analisis
semen pada kasus infertilitas pria tidak hanya untuk diagnosis tetapi juga
berguna bagi terapi dan prognosis.
Analisis
semen memberikan informasi :
1. Produksi sperma oleh testis
2. Sumbatan dan fungsi saluran reproduksi pria
3. Aktivitas kelenjar aksesori
4. Kapabilitas Ejakulasi
1. Produksi sperma oleh testis
2. Sumbatan dan fungsi saluran reproduksi pria
3. Aktivitas kelenjar aksesori
4. Kapabilitas Ejakulasi
Sehingga
pemeriksaan semen dilakukan untuk :
- Diagnosis kemandulan pria
- Diagnosis infertilitas pria
- Prognosis kesuburan pria
- Mengidentifikasi penanganan yang akan dilakukan :
a. Medikamentosa
b. Pembedahan
c. Teknologi reproduksi berbantu (IUI,IVF,ICSI)
- Keperluan forensik
- Efektivitas vasektomi (KB Pria mantap)
- Diagnosis kemandulan pria
- Diagnosis infertilitas pria
- Prognosis kesuburan pria
- Mengidentifikasi penanganan yang akan dilakukan :
a. Medikamentosa
b. Pembedahan
c. Teknologi reproduksi berbantu (IUI,IVF,ICSI)
- Keperluan forensik
- Efektivitas vasektomi (KB Pria mantap)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Departemen
Biologi Kedokteran FKUI. Standarisasi
Analisis Semen
dan
Interpretasi Hasil. Workshop. Hotel Borobudur Jakarta, 19-20
April 2005.
2.
Djjar. Tinjauan Hasil Analisis Semen Normal Secara
Makroskopis.http://djjars.blogspot.com/2012/02/tinjauan-hasil-
analisis-semen-normal.html. (Diakses pada, 25 Maret 2012).
3.
Guyton & Hall. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Jakarta:EGC,
1997
4.
Martini, FH. Fundamentals of
anatomy & physiology. 8th. Benjamin
Cummings. 2006. p:1016-7
5.
Oktiviani, R. Evaluasi Pemeriksaan Analisa Semen
http://oktavie.wordpress.com/2010/02/12/laporan-praktikum
biologi-analisa-semen/.
(Diakses pada, 25 Maret 2012)
6.
Sherwood, Lauree. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem.
Ed.2.
Jakarta:EGC. 2001
7.
WHO.,
1999. WHO Laboratory Manual for the Examination of Human
Semen and Sperm- Cervical Mucus Interaction.
Fifth Edition.
Cambridge
University Press.2010
8.
Wongso, A.D. Pemeriksaan Analisis Semen Dasar dan Lanjut. http://analisasperma.blogspot.com/2011/07/pemeriksaan-semen-dilakukan-untuk.html.(Diakses
pada, 25 Maret 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar