*hanya sebuah cerita
Setiap orang punya alasan untuk memilih mana yang baik untuk hidupnya. Terlepas dari hal yang paling prinsip ataupun sekedar hal yang paling mudah untuk dipilih. Lagi, lagi perasaan dan banyaknya fikiran-fikiran yang bercabang membuat kita tidak fokus pada pekerjaan kita. Mungkin perasaanku saja yang terlalu iba dan tidak bisa menolak sehingga lagi-lagi aku hanya berusaha menurut dan mengikuti apa yang bisa kulakukan.
Aku merasa kalah dengan jiwaku saat perasaan itu hadir, apakah karena aku terlihat bodoh, baik, atau penurut sehingga dengan mudah oranglain menyuruhku ini itu dan aku mau saja ikut kemauan mereka. Pernah pada satu titik ketika aku dapatkan diriku kalah, karena aku merasa tidak bisa membantu diriku sendiri. Pernah pada satu titik aku gagal karena aku merasa aku tidak dapat membangun diriku sendiri yang sedang memerlukan bantuan. Entahlah, aku hanya bisa diam dan membiarkan diriku kalah.
Apa yang aku takutkan saat orang lain mengejekku bahwa aku tidak mengerjakan apa-apa sedangkan yang kutahu dan kurasa adalah aku memperjuangkan semuanya dan mengerjakan apa yang bisa ku kerjakan.
Ada yang menganggapku tak bisa apa-apa, tak mengapa karena tulangku dan tubuh kecil sehingga mereka belum mengenal sejauh mana tulang ini kuat menopang tubuhku.
Ada yang menganggapku bodoh pun tak mengapa karena yang mereka tahu aku tak bisa menjelaskan dan memperkuat atau membantah semua pendapatnya, untuk itulah aku belajar sehingga aku bisa tahu banyak hal dalam hidup.
Menurutku, kemampuan akademik tak harus jadi utama, tapi juga hal yang pantas untuk diperjuangkan untuk kategori prestasi dalam hidup tapi bukan yang utama, yang terpenting sekarang adalah bagaimana kamu bisa menaklukan hidup ini, menaklukan dirimu sendiri, dan termasuk semua perjuangan untuk mendapat apa yang bisa kamu raih. Aku merasakannya merasakan itu. Sejak dari bangku sekolah dasar prestasi akademik selalu menjadi prioritas atau suatu target yang harus diutamakan dalam hidup sampai saat aku S1 hal itu terus berjalan. Mungkin karena lingkungan sekolah yang kompetitif dan orangtuaku yang membimbingku untuk terus mengarahkan aku pada "track akademis" itu. Yah, selalu ingin jadi nomor 1 atau setidaknya selalu ingin berprestasi di sekolah.
SD, SMP, SMA, S1 sudah kulalui dengan hasil akademis yang membanggakan juara umum, juara 1, IPK tertinggi sudah aku rasakan bahkan nyaris semua nilai itu. Tapi saat aku mengambil S2, saat umurku bertambah, kehidupan juga berubah, kedewasaan dan lingkungan menuntut aku mengerjakan dan survive pada kondisi membuat akademis bukan prioritas lagi tapi hanya satu target yaitu HARUS LULUS, that's it.
Semakin dewasa, mungkin orientasi pemahaman hidup juga akan berubah, sekarang saatnya bagaimana eksistensi kita diuji dipertanyakan, masalah pun silih berganti menyapa dengan tingkat kerumitan yang sama dengan rumus fisika dan matematika.
Jadi intinya adalah saya sedang GALAU akademik di S2 ini bukan karena nilai akademik yang rendah tapi banyak orang-orang yang meremehkan saya karena saya dianggap kurang bisa. Saat sedang seperti ini saya sering sekali menguatkan hati saya benarkah passion saya memang di bidang ini atau hanya sebuah runutan hidup yang harus sy jalani. Ah entahlah, lagi-lagi saya bilang begitu......
Tapi yang terpenting sekarang saya harus memperkuat interpersonal skill saya dalam hal apapun selalu saya asah, bagaiman manajemen solution, anger managemen, bagaimana saya harus menyelsaikan smua maslah dengan logika dan runutan yang mendekati sempurna, bagaimana saya harus belajar skill komunikasi layaknya seorang diplomator ulung untuk mendiskusikan atau mengkomunikasikan maslah yang datang.
Dan intinya saya ingin memperbaiki pribadi sya, saya ingin memperbaiki kemampuan interpersonalskill saya karena pada dasarnya tak ada yang lebih penting dari akademik, harta, jabatan, tahta, dan prestise dibanding dengan kebaikan pribadi kita.
Amiin....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar